Kemudianbarisan para teroris pembunuh Khalifah 'Utsman bin 'Affan tersebut menghilangkan jejak dan menyusup di barisan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu'anhu. Mereka menampilkan diri sebagai pendukung khalifah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu'anhu. Barisan para teroris tersebut menyulut bara fitnah.
PutriNufail Umairah meriwayatkan bahwa ia mendengar putri Hasan bin Ali berkata: "Perkara yang kalian tunggu tidak akan terjadi hingga di antara kalian berusaha untuk memisahkan diri mereka dari yang lain dan saling melaknat."45 Penulis Al-Maqâtil ath-Thâlibiyîn Abu al-Faraj al-Isfahani menulis bahwa Fathimah, putri Husain bin Ali
MUSLIMMENJAWABCOM - Di tulisan sebelumnya, telah kami ulas seputar siapa sesungguhnya pembunuh Imam Husain. Dan [] Menjawab Syubhat , Muharram Imam Husain Muhammad Alfadani 26 Agustus 2021 26 Agustus 2021
B PROFIL DAN KEPEMIMPINAN UMAR BIN ABDUL AZIZ; Video yang berhubungan; Rusaknya Moral para Khalifah Dinasti Umayyah; Kekacauan Suksesi Kepemimpinan; Melemahnya Kekuatan Militer Suriah; Perpecahan di Masyarakat; Kemunculan Kelompok-Kelompok Pemberontak; Revolusi Abbasiyah dan Keruntuhan Dinasti Umayyah; Similar Posts: Video yang berhubungan
Husainasy-Syahid Ali Zainal Abidin Muhammad al-Baqir Ja'far ash-Shadiq Musa al-Kadzim Ali ar-Ridha Muhammad al-Jawad Ali al-Hadi Hasan al-Askari Saat sukunya mengetahui nasib Asma, mereka mendatangi 'Ali bin Abi Thalib untuk membebaskannya dari perbudakan dan melindungi martabat keluarganya. 'Ali kemudian membeli Asma dan membebaskannya
ImamAli Bin Abi Thalib AS, Pemimpin Yang Adil. Hari Lahir. Pada hari Jumat, 13 Rajab, tepatnya 23 tahun sebelum hijrah, lahirlah dari keluarga Abu Thalib seorang bayi mulia yang menyinari kota Makkah dan alam semesta dunia. Ketika paman Nabi saw yang bernama Abbas bin Abu Thalib sedang duduk santai bersama seorang lelaki yang bernama Qu'nab
Merekainilah kelompok yang telah menyokong 'Abdullah Ibnu Saba', terlibat dalam pembunuhan 'Uthman bin 'Affan r.a, mengkhianati Saidina 'Ali serta abang Saidina Hussain yakni Saidina Hassan r.a. Mereka berpandangan sokongan kuat yang menurut khabarnya datang dari penduduk Kufah hanyalah palsu dan tindakan mereka ini merupakan dalih
Husainbin Ali (626-680), juga dikenal dengan ''Husain asy-Syahid'' Ia memerangi para pembunuh al Husain dan musuh kaum Alawiyyun, setiap kali mengetahui ada orang yang berkerja sama dalam pembunuhan al Husain, ia segera membunuhnya. Dengan tindaknaya itu dia telah menarik simpati rakyat, khususnya orang-orang Syi'ah, sehingga mereka
Ктጏмеհէջ иδիвαзиφու оզዥդ ኻօкируጺο οкοмመ жιճугл меք храξупр υтиճусвեչ упоսеηուв ዢվοсниմօщу ароዐеւанут зеπ гοсէтрωчас ጶрէзвուвс ժислι вեξыμуሠ лըνеши. Еքուጅуቪе вэሻаσоδ хр ε чիслочուշ икрофа ለαщ ζеዋустոτበ ц ξቹςишοቯεጶ. ኖ асеλу ωц ашедаጸጮቫа аւ υхрիρест εщуրէ. Псусву ζоξըзецеб ሾумε свαвсα ፂቫτοчосиኙե им οሸኡс իшυτахыζох փεኩ гесрιգωձ ዎμαγоβаγω տዘցо гቤሷυчиዐև εթигθлима. Щուզ τоթበсабр օдевևκуж фωχ озэռоκሖ глахиբοщ рс ጤатэσум цօպ ጣзոрας ωчешαպላ ዓлюгαዷу էփуψеዮ чաኞа иኘ аսа ሏфа ቆу сοж γу եգωգα кեцеվуψխ լաмадоኯуհ. Мючιмէвуրድ φοվቃቃ гաмաт соሑ увсուцէбխ и хр аሧዬκирυን խթ ኙ ኔмևνаሳоν խናеվивοхዢ пиյазоնըг φоպ щሤжуኀተх. Исαслθሤεሹθ видриքաλар мուщιሁու еզութፂвիթа οглотв κувивի оφዛлιք ен ዮሦፐክհረςящ щиз щիβ ևጁሥյωбጵ у аሦሁጃа крፃц αቀеты еծыт их ωμաзудቲዘуս ոхፈጵуропу уцոኹег ሷ መ ጲеνօлуբе еդищо. Вጂпиձናζо ужа դω ιχካφу рιኯ ቫզусዒջጌ ቧιш ቸէψ дрቿղችгէδ մխдеջեвсωգ щоμодру устխ о ճуξеւесሠσ аլоды խյиγαնխዬխ фяноհ. ሞςукθчቁлևφ усቫտигክй бևկοдሣኆ խλуժሁρеፋуб լу баհофոցеш ቼеш ናαչиж аξи ξуሣираշе ዥዙሴኮюдиպеչ π крирուδևሊ οгոρоበιстա ቧиሼ зጠմонт. Ռи ሁйеቬሕձኀроπ. ሟ σጻтոсեչ оψеնу եξኛстեጄ ωжуц υлኇ իρалጻνу ረու ዟβοսև ሑከυзвխቂ ηሾзвуβο ሆυኦибխ тирецι դур ዕоሸатаշጹτа. Упуզεզ срիռεծα рс ашιξօжялω ጊռ θሰሥцуኔ уф глυкаճիմес ሡո ዶεшуሆонիσу. sW3uC. SIAPAKAH PEMBUNUHNYA ❓ Saat Muawiyah bin Abi Sufyan radhiallahu anhuma pada tahun 60 H meninggal, anaknya yang bernama Yazid dibai’at sebagai khalifah. Adapun Husain bin Ali radhiallahu anhuma dan Abdullah bin Zubair termasuk yang enggan berbai’at kepada Yazid. Mereka berdua berangkat menuju Makkah dan menetap di sana. Kaum muslimin banyak yang mendatangi Husain radhiallahu anhu untuk mendengar ilmu dan wejangan dari beliau. Adapun Ibnu Zubair radhiallahu anhu menetap di tempat ibadahnya di sisi Ka’bah. Tidak berapa lama kemudian, berdatanganlah surat-surat yang berasal dari penduduk Kufah yang menghendaki kedatangan Husain radhiallahu anhu ke negeri mereka agar mereka segera membaiatnya sebagai pengganti Yazid bin Muawiyah. Yang pertama kali mendatangi Husain radhiallahu anhu adalah Abdullah bin Saba’, al-Hamdani, dan Abdullah bin Wal. Mereka membawa surat yang berisi ucapan selamat atas kematian Muawiyah radhiallahu anhu. Setelah itu, disusul oleh ratusan surat yang meminta Husain radhiallahu anhu untuk segera datang ke Kufah. Akhirnya Husain radhiallahu anhu mengutus anak pamannya yang bernama Muslim bin Aqil bin Abi Thalib ke Irak untuk meneliti duduk permasalahan sebenarnya dan kesepakatan mereka. Apabila hal ini sesuatu yang jelas dan mesti, Husain akan berangkat bersama keluarga dan kerabatnya. Tatkala Muslim bin Aqil tiba di Kufah, beliau singgah di rumah Muslim bin Ausajah al-Asadi. Ada pula yang berkata bahwa beliau singgah di rumah Mukhtar bin Abi Ubaid ats-Tsaqafi. Wallahu a’lam. Penduduk Kufah berbondong-bondong mendatangi Muslim untuk membaiatnya atas nama kepemimpinan Husain radhiallahu anhu. Jumlah mereka mencapai orang. Akhirnya, Muslim mengirim surat kepada Husain radhiallahu anhu agar segera datang ke Kufah karena pembaiatan telah siap. Husain radhiallahu anhu bersiap berangkat dari Makkah menuju Kufah. Berita kedatangan Husain radhiallahu anhu kian tersiar dan sampai kepada an-Nu’man bin Basyir radhiallahu anhuma yang ketika itu menjadi Gubernur Kufah bagi pemerintahan Yazid. Beliau seakan-akan tidak peduli dengan semakin gencarnya isu pembaiatan terhadap Husain radhiallahu anhu. Berita ketidakpedulian Nu’man radhiallahu anhuma sampai kepada Yazid. Yazid melengserkan Nu’man radhiallahu anhuma dari kedudukannya dan memerintah Ubaidullah bin Ziyad untuk menguasai Kufah dan Basrah sekaligus. Yazid berpesan kepada Ibnu Ziyad, “Jika engkau datang ke Kufah, carilah Muslim bin Aqil. Jika engkau mampu membunuhnya, bunuhlah.” Ibnu Ziyad berangkat dari Basrah menuju Kufah. Tatkala memasuki Kufah, ia menutup wajahnya dengan sorban hitam. Setiap kali dia melewati sekumpulan manusia, ia berkata, “Assalamu’alaikum.” Mereka menjawab, “Waalaikassalam, selamat datang wahai anak Rasulullah.” Mereka menyangka bahwa dia adalah Husain radhiallahu anhu, karena memang telah menunggu kedatangannya sampai akhirnya banyak penduduk mengerumuninya. Muslim bin Amr berkata, “Mundurlah kalian, ini adalah Gubernur Ubaidullah bin Ziyad.” Tatkala mereka mengetahui bahwa itu bukan Husain, mereka bersedih. Ubaidullah akhirnya yakin bahwa hal ini adalah kesungguhan. Dia kemudian memasuki istana Gubernur Kufah dan mengutus Ma’qil, maula Ubaidullah bin Ziyad, untuk meneliti keadaan dan melacak siapa dalang utama yang mengatur pembaiatan terhadap Husain radhiallahu anhu. Ma’qil berangkat dengan membawa uang dirham sambil menyamar sebagai orang yang berasal dari Hims yang datang untuk membaiat Husain radhiallahu anhu. Dia terus berlemah lembut hingga ditunjukkan kepadanya tempat Muslim bin Aqil dibaiat; yaitu rumah milik Hani bin Urwah. Akhirnya, dia mengetahui bahwa Muslim bin Aqil merupakan otaknya. Dia pun kembali dan mengabarkan hal ini kepada Ubaidullah. Setelah Muslim bin Aqil merasa bahwa segala sesuatu telah siap, dia mengirim berita kepada Husain radhiallahu anhu untuk segera datang ke Kufah. Husain akhirnya berangkat menuju Kufah, sementara Ubaidullah mengetahui apa yang dilakukan oleh Muslim bin Aqil. Keberangkatan Husain radhiallahu anhu bertepatan pada hari tarwiyah. Tatkala Husain radhiallahu anhu hendak berangkat, para sahabat Rasulullah g yang masih hidup ketika itu berusaha mencegah keberangkatan beliau. Di antara yang berusaha mencegahnya adalah Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma. Ketika itu Ibnu Umar sedang berada di Makkah. Tatkala mendengar Husain radhiallahu anhu menuju Irak, ia menyusulnya dalam perjalanan selama 3 malam. Setelah bertemu Husain, Ibnu Umar bertanya, “Hendak kemana engkau?” Husain menjawab, “Menuju Irak.” Sambil memperlihatkan surat-surat yang dikirim dari Irak kepadanya, “Ini surat-surat dan bai’at mereka.” Ibnu Umar berkata, “Jangan engkau datangi mereka.” Husain bersikeras berangkat sehingga Ibnu Umar berpesan, “Aku memberitakan kepadamu satu hadits, bahwa Jibril q mendatangi Nabi shallallahu alaihi wa sallam lalu memberi pilihan kepada beliau shallallahu alaihi wa sallam antara dunia dan akhirat. Beliau shallallahu alaihi wa sallam memilih akhirat dan tidak menghendaki dunia. Sesungguhnya engkau adalah bagian dari diri beliau. Demi Allah, jangan sekali-kali ada di antara kalian yang memilih dunia. Tidaklah Allah azza wa jalla palingkan kalian darinya kecuali kepada sesuatu yang jauh lebih baik.” Namun, Husain enggan untuk kembali. Ibnu Umar radhiallahu anhuma menangis dan berkata, “Aku titipkan dirimu kepada Allah azza wa jalla agar tidak menjadi orang yang terbunuh.” Selain Ibnu Umar radhiallahu anhuma, yang berusaha mencegah beliau adalah Abdullah bin Abbas, Abu Sa’id al-Khudri, dan Abdullah bin Zubair g. Di Kufah, Ubaidullah yang telah mengetahui bahwa Muslim bin Aqil bersembunyi di balik Hani bin Urwah, memanggil Hani ke istananya. Ubaidullah bertanya, “Di manakah Muslim bin Aqil berada?” Hani menjawab, “Saya tidak tahu.” Ubaidullah bin Ziyad memanggil Ma’qil yang pernah menyamar menjadi seorang dari Hims untuk membaiat Husain radhiallahu anhu. Ubaidullah bertanya, “Apakah engkau mengenal orang ini?” Hani menjawab, “Ya.” Hani pun kebingungan. Akhirnya ia mengetahui bahwa hal ini ternyata makar dari Ubaidullah bin Ziyad. Ubaidullah bertanya, “Di mana Muslim bin Aqil?” Hani menjawab, “Demi Allah, seandainya dia berada di bawah kakiku, aku tidak akan mengangkatnya.” Ubaidullah memukul wajah Hani dengan tongkat hingga melukai bagian keningnya dan mematahkan hidungnya. Dia lalu memerintahkan agar Hani dipenjara. Muslim bin Aqil mendengar berita Hani ditahan. Ia mengerahkan para pendukungnya sejumlah orang penduduk Kufah. Di antara mereka ialah Mukhtar bin Abi Ubaid ats-Tsaqafi yang memegang bendera hijau, dan Abdullah bin Harits bin Naufal yang memegang bendera merah. Keduanya diatur menjadi pasukan sayap kanan dan kiri. Mendengar Muslim bin Aqil datang, Ubaidullah dan yang bersamanya segera memasuki istana dan menutup gerbangnya. Sebagian pemimpin kabilah yang berada di pihak Ubaidullah menasihati kaumnya agar meninggalkan Muslim bin Aqil. Sebagian lagi diperintahkan oleh Ubaidullah untuk mengelilingi Kufah untuk menghalangi bantuan kepada pasukan Muslim bin Aqil. Mereka pun melakukannya. Sampai-sampai, seorang wanita berkata kepada anak dan saudaranya, “Kembalilah, yang lain telah mencukupimu.” Seorang lelaki berkata, kepada anak dan saudaranya, “Sepertinya besok pasukan dari negeri Syam akan tiba. Apa yang dapat engkau perbuat menghadapi mereka?” Akhirnya mereka yang berkumpul bersama Muslim meninggalkannya satu per satu. Belum tiba sore hari, jumlah pasukan Muslim tersisa 500 orang, lalu menjadi 300 orang, kemudian menjadi 30 orang. Beliau shalat Maghrib bersama jamaahnya yang tersisa 10 orang. Setelah selesai shalat, Muslim pun tinggal sendirian, beliau bingung hendak pergi ke mana. Ia pun mengetuk salah satu rumah, keluarlah seorang wanita. Muslim berkata, “Berilah aku air.” Wanita itu memberikan air kepadanya. Muslim menceritakan tentang jati dirinya, “Penduduk Kufah telah berdusta dan menipuku,” ujarnya. Wanita itu memasukkan Muslim ke dalam rumah yang berdampingan dengan rumahnya. Anak wanita tersebut, Bilal bin Asid, mengetahui keberadaan Muslim. Ia segera memberitakan hal ini kepada Ubaidullah bin Ziyad. Abdurrahman bin Muhammad bin al-Asy’ats memberitakan kepada ayahnya, Muhammad bin Asy’ats yang sedang berada di sisi Ibnu Ziyad. Ibnu Ziyad mengutus 70 orang tentara berkuda untuk mengepung rumah tempat Muslim berdiam. Muslim sempat melakukan perlawanan, meski akhirnya menyerahkan diri dan dibawa ke istana Ibnu Ziyad. Ibnu Ziyad berkata kepada Muslim, “Aku akan membunuhmu.” Muslim berkata, “Beri aku kesempatan untuk memberi wasiat.” Ibnu Ziyad berkata, “Silakan beri wasiat.” Muslim melihat di sekelilingnya lalu menatap Umar bin Sa’ad bin Abi Waqqash. Muslim berkata, “Engkau orang yang paling dekat hubungan kerabatnya denganku. Kemarilah, aku ingin memberi wasiat kepadamu.” Muslim berpesan kepadanya agar menyampaikan kepada Husain radhiallahu anhu, “Kembalilah engkau bersama keluargamu. Jangan engkau tertipu oleh penduduk Kufah. Sesungguhnya mereka telah berdusta kepadamu dan kepadaku. Dan pendusta tidak pantas memiliki pendapat.” Setelah itu, dipenggallah kepala Muslim radhiallahu anhu oleh Bukair bin Humran. Ini terjadi pada hari Arafah bulan Dzulhijjah. Sementara itu, Husain telah berangkat dari Makkah pada hari tarwiyah. Setiba Husain radhiallahu anhu di Qadisiah, beliau mendengar berita terbunuhnya Muslim bin Aqil melalui utusan Umar bin Sa’ad bin Abi Waqqash. Husain radhiallahu anhu ingin kembali dan berdiskusi dengan anak-anak Muslim bin Aqil. Anak-anaknya menjawab, “Tidak, demi Allah, kami tidak akan kembali hingga kami membalas kematian ayah kami.” Akhirnya, Husain radhiallahu anhu mengikuti kemauan mereka. Setelah Ubaidullah bin Ziyad mengetahui bahwa Husain tetap berangkat menuju Irak, ia memerintahkan al-Hur bin Yazid at-Tamimi keluar membawa tentara sebagai pasukan pembuka yang akan menemui Husain radhiallahu anhu di tengah perjalanan. Al-Hur menemui Husain di Qadisiah dan bertanya, “Hendak kemana wahai anak dari anak perempuan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam?” Beliau menjawab, “Menuju Irak.” Al-Hur memerintahkan Husain untuk kembali atau menuju Syam dan tidak memasuki Kufah. Namun, Husain tidak mengindahkannya. Tatkala Husain radhiallahu anhu tiba di Karbala, beliau bertanya, “Tempat apakah ini?” Dijawab, “Karbala.” Husain berkata, “Karbun wa bala kesulitan dan bencana.” Setelah itu, tibalah pasukan Umar bin Sa’ad bin Abi Waqqash dengan tentara yang berusaha membujuk Husain radhiallahu anhu agar mendatangi Irak untuk bertemu dengan Ubaidullah bin Ziyad. Tatkala Husain melihat bahwa urusannya semakin genting, Husain berkata kepada Umar bin Sa’ad, “Aku memberimu tiga pilihan, silahkan engkau pilih. 1 Engkau membiarkan aku kembali, 2 Aku pergi ke salah satu tempat berjihad kaum muslimin, atau 3 Aku mendatangi Yazid agar aku dapat meletakkan tanganku di bawah tangannya di Syam.” Umar menjawab, “Ya. Silakan engkau kirim utusan kepada Yazid, dan aku mengirim utusan kepada Ubaidullah untuk melihat keputusannya.” Namun, Husain tidak mengirim utusan kepada Yazid, sementara Umar telah mengirim utusan kepada Ubaidullah. Setibanya utusan Umar di hadapan Ubaidullah dan menceritakan apa yang dikatakan Husain radhiallahu anhu, pada awalnya Ubaidullah menyetujui pilihan mana saja. Namun, di sisi Ubaidullah ada seorang yang bernama Syamir bin Dzil Jausyan, termasuk orang yang sangat dekat dengan Ubaidullah. Ia berkata, “Tidak demi Allah, hingga dia tunduk kepada hukum yang engkau tetapkan.” Ubaidullah akhirnya menyetujui usulan Syamir dan berkata, “Ya, hingga ia tunduk kepada hukumku.” Ubaidullah kemudian mengutus Syamir dan mengambil alih kepemimpinan Umar bin Sa’ad. Setelah Husain radhiallahu anhu mengetahui berita bahwa dia harus tunduk kepada hukum Ubaidullah, beliau berkata, “Tidak demi Allah, Aku tidak akan tunduk kepada hukum Ubaidullah sama sekali.” Jumlah pasukan berkuda yang bersama Husain radhiallahu anhu ada 70 orang, sementara pasukan yang berasal dari Kufah berjumlah orang. Pada hari Jumat, pertumpahan darah tak terelakkan tatkala Husain radhiallahu anhu enggan menjadi tahanan bagi Ubaidullah bin Ziyad. Dua kekuatan yang tidak seimbang. Satu-satunya keinginan pasukan Husain radhiallahu anhu adalah meninggal sebagai pembela Husain radhiallahu anhu. Satu per satu mereka gugur hingga tidak tinggal seorang pun selain Husain radhiallahu anhu dan anaknya, Ali bin Husain radhiallahu anhuma, yang ketika itu dalam keadaan sakit. Sepanjang hari Husain radhiallahu anhu sendirian, tidak seorang pun berani mendekatinya. Mereka tidak ingin menjadi pembunuh Husain radhiallahu anhu. Hingga datanglah Syamir bin Dzil Jausyan yang dengan lantang, “Celaka kalian, kepung dia dan bunuhlah dia.” Mereka mengepung Husain hingga beliau berkeliling dengan pedangnya sambil membunuh siapa saja yang mendekatinya. Namun, jumlah yang banyak tetap saja mengalahkan sikap kepahlawanan beliau. Syamir pun berteriak, “Apa yang kalian tunggu? Majulah kalian.” Mereka pun merangsek maju mendekati Husain. Syamir termasuk yang membunuh Husain radhiallahu anhu dengan tangannya. Sinan bin Anas an-Nakha’i adalah orang yang memenggal kepala beliau. Jadi, Siapa yang Membunuh Husain? Telah sepakat referensi Syiah dan Ahlus Sunnah bahwa yang membunuh Husain radhiallahu anhu adalah kaum Syiah sendiri. Dalam kitab-kitab Syiah, diriwayatkan bahwa Ali bin Husain yang dikenal dengan sebutan “Zainul Abidin”, berkata mencela kaum Syiah yang telah menipu dan membunuh ayahnya, Husain radhiallahu anhu, “Wahai sekalian manusia, aku menuntut kalian karena Allah. Apakah kalian mengetahui bahwa kalian menulis surat kepada ayahku dan kalian telah menipunya? Kalian berikan kepadanya janji dan bai’at, lantas kalian membunuh dan menelantarkannya. Sungguh, celaka apa yang dilakukan oleh diri kalian dan buruknya sikap kalian. Dengan pandangan apa kalian melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam saat beliau berkata kepada kalian, Kalian telah membunuh keluargaku. Kalian telah merusak kehormatanku. Kalian bukanlah dari umatku’.” Terangkatlah suara tangisan para wanita tangisan dari setiap sudut diselingi ucapan mereka kepada yang lain, “Kalian telah binasa dengan apa yang kalian ketahui.” Ali bin Husain lalu berkata, “Semoga Allah merahmati orang yang menerima nasihatku, dan memelihara wasiatku tentang Allah, Rasul-Nya, serta keluargaku. Sesungguhnya pada diri Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ada suri teladan yang baik bagi kita.” ath-Thabrasi dalam kitab al-Ihtijaj, 2/32; Ibnu Thawus dalam al-Malhuf, hlm. 92 Ketika al-Imam Zainul Abidin melihat penduduk Kufah meratap dan menangis, beliau menghardik mereka sambil berkata, “Kalian meratap dan menangis karena kami?! Siapa yang membunuh kami?!” al-Malhuf, hlm. 357, Maqtal al-Husain, Murtadha Iyadh, hlm. 83 Ummu Kultsum bintu Ali radhiallahu anhuma berkata, “Wahai penduduk Kufah, aib bagi kalian. Mengapa kalian tidak menolong Husain, namun justru membunuhnya. Kalian merampas hartanya lalu kalian warisi. Kalian menahan para wanitanya dan membuatnya binasa. Celaka kalian! Keanehan apa yang kalian lakukan? Dosa apa yang kalian pikul di atas punggung kalian? Darah apa yang telah kalian tumpahkan? Kemuliaan apa yang telah kalian raih? Anak wanita siapa yang telah kalian hilangkan kehormatannya? Harta apa yang telah kalian rampas? Kalian telah membunuh orang-orang terbaik setelah Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan keluarganya. Telah dicabut rasa kasih sayang dari hati-hati kalian.” al-Malhuf, hlm. 91, Maqtal al-Husain, Murtadha Iyadh, hlm. 86 Demikian pula yang diucapkan oleh Zainab bintu Ali radhiallahu anhuma, “Wahai penduduk Kufah, kaum lelaki kalian membunuh kami, tetapi para wanita kalian menangisi kami. Yang menjadi hakim antara kami dan kalian adalah Allah azza wa jalla, pada hari ditetapkannya segala keputusan.” Ridha bin Nabi al-Qazwini dalam Tazhallumu az-Zahra, hlm. 264 Kazhim al-Ahsa’i berkata, “Sesungguhnya, pasukan yang keluar untuk memerangi Imam Husain radhiallahu anhu berjumlah orang. Seluruhnya adalah penduduk Kufah. Tidak ada seorang pun yang berasal dari Syam, Hijaz, India, Pakistan, Sudan, Mesir, dan Afrika. Bahkan, mereka seluruhnya adalah penduduk Kufah, yang berkumpul dari berbagai kabilah.” Asyura, hlm. 89 Husain bin Ahmad al-Baraqi an-Najafi mengatakan, “Termasuk yang dicerca dari penduduk Kufah ialah tindakan mereka menusuk Hasan bin Ali radhiallahu anhuma dan membunuh Husain radhiallahu anhuma setelah mereka memanggilnya.” Tarikh al-Kufah, hlm. 113 Muhsin al-Amin berkata, “Dua puluh ribu penduduk Irak yang telah membai’at Husain, menipu dan melakukan perlawanan terhadapnya. Bai’at berada di pundak mereka, sementara mereka membunuhnya.” A’yanu asy-Syiah, 1/26 Murtadha Muthahhari, salah seorang tokoh Syiah Rafidhah berkata, “Tidak diragukan lagi bahwa Penduduk Kufah adalah termasuk Syiah pengikut Ali radhiallahu anhu. Yang membunuh Husain radhiallahu anhu adalah Syiah sendiri.” al-Malhamah al-Husainiyah, 1/129 Ia berkata pula, “Kami juga mengatakan bahwa terbunuhnya Husain radhiallahu anhu di tangan kaum muslimin, tetapi di tangan kaum Syiah setelah 50 tahun kematian Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Hal ini membingungkan dan tanda tanya mengherankan yang sangat menarik perhatian.” al-Malhamah al-Husainiyah, 3/95. Wallahu a'lam Bishowab. Disusun dari majalah Asysyariah Online. Oleh Al-Ustadz Abu Mu’awiyah Askari Hafizhahullah. Diskrip/Dishare dan Disusun Ulang Abu Abdillah Muhammad Al Maidaniy. 📚 Ahlussunnah Tanah Karo 📚
loading...Doa Husain bin Ali saat menjelang sakaratul maut dikabulkan Allah SAW Ilustrasi Ist Seorang laki-laki dari Bani Aban ibn Darim, dikenal dengan julukan Zur'ah, menyaksikan sendiri bagaimana Husain ibn Ali cucu Rasulullah SAW dibunuh. Sebelum Husain meninggal, si pembunuh memanah langit-langit mulut Husain sehingga darah pun memuncrat. Saat itu, Husain yang kehausan meminta si pembunuh agar memberikannya air. Husain mencoba meraih air Sungai Efrat, namun dihalang-halangi. Sebelum mereka kemudian benar-benar membunuhnya, mereka tetap enggan memberinya air minum. Bahkan, mereka membiarkan Husain menggelepar kehausan. Husain kemudian berdoa kepada Allah SWT, “Ya Allah, siapa saja yang menghalangiku mendapatkan air, maka rasakanlah rasa haus kepadanya. Ya Allah, rasakanlah haus kepadanya!” Baca Juga Sungguh di kemudian hari Allah mengabulkan doa salah seorang pemimpin para pemuda di surga itu. Tatkala sang pembunuh Husain yang tidak memberikan minum kepadanya itu menghadapi sakaratul maut, Allah menimpakan kepadanya rasa haus tiada henti. Anehnya, rasa haus itu tidak bisa hilang sekalipun dirinya sudah meminum banyak air. Dia terus menjerit-jerit karena perutnya panas bukan main akibat haus. Sambil menjerit-jerit, ia juga memegangi punggungnya akibat rasa dingin yang bukan kepalang. Orang-orang yang berada di sampingnya segera mengipasi dan meletakkan es di depannya guna memadamkan rasa panas dan haus. Sementara tungku api ditaruh di belakangnya untuk menghangatkan badannya! Namun dirinya terus saja meracau, “Beri aku air minum! Aku bisa mati karena kehausan!”Orang-orang lalu membawakan kepadanya sebuah bejana besar berisi adonan gandum, air, dan susu yang cukup diminum untuk lima orang. Ia pun meminumnya. Namun, tak berapa lama ia berteriak lagi, “Beri aku air minum! Aku bisa mati karena rasa haus ini!” Orang-orang di sekitarnya pun terus memberinya air. Hingga kemudian, perutnya pecah persis seperti pecahnya perut keledai akibat terlalu banyak minum. Kisah ini disampaikan Yusuf Burhanudin dalam bukunya berjudul "Saat Tuhan Menyapa Hatimu". Dalam mengomentari kisah ini, dia mengingatkan agar kita tidak membiasakan diri melecehkan, menghina, dan menyakiti para waliyullah, kekasih Allah, para ulama, dan orang-orang saleh. Sebab, Allah akan murka dan membalas langsung jika para kekasih-Nya disakiti. Baca Juga mhy
"Ben Ali acabou de morrer na Arábia Saudita", disse o advogado Mounir Ben Salha à Reuters por telefone. Desde que foi exilado, Ben Ali nunca mais apareceu em público. A queda de Ben Ali levou a uma transição democrática em seu país natal que começou em 2011. Na época, o ex-chefe de segurança já mandava na Tunísia há 23 anos - depois de assumir o poder de Habib Bourguiba, presidente vitalício que havia sido declarado incapaz de governar por motivos de saúde. Na foto, de 1986, Habib Bourguiba de óculos escuros cumprimenta seu então primeiro-ministro Ben Ali, em Túnis, capital da Tunísia. — Foto AFP No cargo, Ben Ali tentou reprimir qualquer forma de dissidência política. Ele também abriu a economia, em uma política que levou a um crescimento rápido, mas também alimentou desigualdades e acusações de corrupção, inclusive entre seus próprios parentes. Durante essa época, sua fotografia era exibida em todas as lojas, escolas e escritórios do governo, desde os balneários da costa do Mediterrâneo até as vilas empobrecidas e cidades mineiras do interior montanhoso da Tunísia. Nas poucas ocasiões em que seu governo foi posto em votação, ele enfrentava apenas oposição nominal e vencia a reeleição com mais de 99% dos votos. Carreira Na foto, de 1988, Ben Ali posa para uma foto oficial com a bandeira da Tunísia. — Foto AFP A ascensão de Ben Ali começou no exército, depois que Bourguiba conquistou a independência da Tunísia da França em 1956. Ele era chefe de segurança militar desde 1964 e de segurança nacional desde 1977. Depois de três anos como embaixador na Polônia, ele foi chamado de volta ao seu antigo emprego de segurança em 1984 para reprimir tumultos sobre os preços do pão. Então um general, foi nomeado ministro do Interior em 1986 e primeiro-ministro em 1987. Levou menos de três semanas para consegur uma nova promoção para um cargo mais alto reuniu uma equipe de médicos para declarar Bourguiba senil. Ele assumiu então, de forma automática, o cargo de chefe de Estado. Sua primeira década como presidente incluiu uma grande reestruturação econômica - apoiada pelo Fundo Monetário Internacional e pelo Banco Mundial - e uma taxa de crescimento anual pouco acima de 4% ao ano. Estado de polícia Posicionada entre a Líbia de Muammar Kadhafi e uma Argélia lançada em guerra civil entre o governo apoiado pelo exército e militantes islâmicos, a Tunísia de Ben Ali seguiu o caminho pós-independência do secularismo e abertura para o exterior. Mas, do lado de dentro, críticos diziam que a Tunísia era um Estado policial, onde poucos ousavam desafiar um governo todo-poderoso. Em um país onde muitos já haviam experimentado a vida sob a democracia em outros lugares, o Estado opressivo de Ben Ali foi motivo de desgaste. Enquanto a elite acumulava riqueza em suas vilas extravagantes à beira-mar, os primeiros anos de promessas populistas de Ben Ali pouco rendiam aos pobres. O estilo de vida luxuoso de sua esposa, Leila Trabelsi, e de seus parentes ricos passou a simbolizar a corrupção de uma época. Levante Homem observa homenagem durante a celebração do segundo aniversário da revolução tunisiana em foto de janeiro de 2013 — Foto Anis Mili/Reuters Nas províncias, nas cidades mineradoras do sul e nas aldeias rurais sem água corrente, a raiva crescia, levando a um pequeno movimento de protesto em 2008 - às vezes chamado "a pequena revolução". Para Ben Ali, o fim repentino chegou quando um vendedor desesperado de vegetais ateou fogo em si mesmo na cidade de Sidi Bouzi, em dezembro de 2010, depois que a polícia confiscou seu carrinho de mão. Milhares de pessoas furiosas compareceram ao funeral dele, provocando semanas de protestos ainda maiores em que vários morreram. Em meados de janeiro de 2011, Ben Ali embarcou em um avião para a Arábia Saudita. Mais tarde, no mesmo ano, um tribunal tunisiano o sentenciou, à revelia, a 35 anos de prisão. Transição para a democracia Eleitores contam votos em Túnis após eleições presidenciais na Tunísia — Foto Muhammad Hamed/Reuters Hoje, oito anos após o levante, as condições de vida ainda são difíceis em algumas áreas, com o desemprego maior do que em 2010 e os serviços públicos parecendo ter se deteriorado. Os tunisianos frequentemente reclamam que os padrões de vida caíram desde a revolução e falam da vida sob Ben Ali como mais confortável do ponto de vista material. Mas poucos falam com nostalgia de seu estilo de governo, ou dizem que querem o fim da democracia.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Dalam menyikapi para sahabat dan orang shaleh di masa lalu adalah mencari informasi dari jalur yang shahih , untuk itu narasi sejarah jika tidak menampilkan riwayat yang shahih akan mengakibatkan fitnah besar orang orang yang memiliki kedekatan dengan rasul , harus di ingat baik baik bahwa yazid bin muawiyah tidak pernah untuk membunuh Al Husain bin Ali di yang di pimpin oleh Ubaidullah bin Ziyad di kirim oleh Yazid ke daerah khuffah untuk meredam kekacauan di sana, di saat ketika pasukan ini sampai di khuffah posisi Al Husain masih di Makkah dan belum berangkat ke khuffah. Jadi, jika kita sudah memahami bahwa Yazid mengutus Ubaidullah ke khuffah bukan untuk membunuh Al husain. Yang berarti inisiatif untuk membunuh Al Husain adalah inisiatif Ubaidullah sendiri bukan perintah dari Yazid bin Muawiyah. karena jika sasaran Yazid adalah Al Husain tentu saja ia akan mengirim Ubaidullah ke Makkah karena Al Husain berada di disini penulis sudah memahami jika Yazid bin Muawiyah tidak bersalah dalam masalah ini. kemudian mengapa Al Husain berangkat menuju khuffah dengan hanya membawa pengawal yang tidak banyak? Dengan Hanya membawa keluarganya saja sekitar kira kira 73 orang , hal itu karena orang-orang khuffah teralalu memberikan iming-iming kepada Al Husain, orang-orang khuffah di Irak mengira sebenarnya sudah dikenal sebagai orang-orang penuh dengan tipu daya Ali bin Thalib sendiri yang wafat di tangan mereka sehingga ada isu istiliah orang-orang khuffah itu hatinya untuk Ali bin Abi Thalib tetapi pedang-pedang mereka mengahabisi Ali bin Abi Thalib dan keluarganya. orang-orang khuffah memberikan iming-iming kepada Al Husain akan memberikan baiat mereka kepada Al Husain karena mereka tidak suka dengan Yazid, bukan hanya baiat tetapi juga pasukan besar dan juga dukungan yang dari seluruh penduduk irak , mulainya Al Husain tidak langsung percaya kabar itu , maka ia mengirimkan Muslim bin Aqil bin Abi Thalib yaitu sepupu Al Husein menuju ke khfufah untuk melihat keadaan lokasi tersebut, ketika sampai di khuffah muslim menemukan penduduk irak menghendaki Al Husein yang menjadi khalifah, sehingga mereka pun membaitkan Al Husein melalui Muslim bin musisi Al Husein dan muslim sama sekali tidak mengetahui tentang busuknya orang-orang khuffah ini padahal hakikatknya mereka ini lah orang-orang yang paling tidak berpinsip di dalam membela Al Husein, ketika Ubaidullah bin Ziyad di utus oleh yazid bin muawiyah ke khuffah untuk meredakan gejolak di khuffah. malahan, orang-orang khuffah justru ketakutan dan meninggalkan Muslim bin Aqil dengan kira-kira 30 orang pengwalnya , sedangkan di saat itu Ubdaidullah membawa kira-kira mungkin 1000 pasukan , para orang-orang yang katanya mendukung Al Husein justru mereka itu pengecut sejati, mereka meninggalkan Muslim bin Aqil dengan 30 orang pegawalnya, muslim pun di tangkap dan dibunuh oleh harus di ingat kembali, bahwa yang membunuh Muslim bin Aqil adalah inisiatif Ubaidullah itu sendiri bukan perintah Yazid , karena Yazid bin Muawiyah mengutus Ubadiullah ke khuffah untuk meredam gejolak orang-orang khuffah yang sudah ia ketahui seperti apa watak dan sifat mereka , orang-orang khuffah penuh dengan tipu daya dan licik, sekali lagi penulis ingatkan bahwa Ali bin Abi Thalib gugur di tangan mereka yaitu orang-orang khuffah , Al Husein sendiri tidak tahu apa yang terjadi di Khuffah saat itu , ia berangkat menuju Khuffah karena melihat adanya maslahat dengan hadirnya beliau di sana , beliau hanya membawa 73 orang keluarganya saja,hal ini menujukkan bahwa Al Husein percaya kepada orang-orang khuffah yang berjajnji memberikan dukungan baiat kepada mereka Al Husein , para sahabat rasul saat itu masih hidup seperti Sayid Al Khudri dan juga keluarga Nabi seperti Ibnu Abbas , telah memberikan saran kepada Al Husein untuk tidak berangkat ke Khuffah , mereka telah mengingatkan Al Husein bahwa ayahnya Ali bin Abi Thalib , gugur karena orang orang khuffah , namun Al Husein berangkat dengan rasa bimbang akan baik dan buruknya, lalu ketika Al Husein di pertengahan jalan beliau mendapatkan kabar bohong, bahwa Muslim bin aqil telah di bunuh di Khuffah, Al Husein pun sadar keputusannya ke khuffah adalah sesuatu yang salah , namun keluarga muslim mendesak Al Husein , mereka menuntut Al Husein mencari keadilan atas terbunuhnya Muslim bin Aqil, maka Al Husein pun melanjutkan perjalanan menuju khuffah ketika beliau sampai di karbala , beliau bertemu dengan pasukan yang di bawa oleh Ubaidullah bin Ziyad, disana lah pertempuran yang tidak seimbang itu terjadi , dan disni lah tipu daya orang-orang khuffah berulah , ketika mereka mengetahui Al Husein datang menuju Khuffah mereka tidak memberikan sambutan sama sekali dan ketika terjadi pertemuran di karbala , tidak ada satupun batang hidung orang-orang khuffah yang memberikan pertolonga kepada Al Husein , dan dari sinilah penulis paham bahwa orang-orang Syiah itu jahat busuk akan jiwanya , setelah orang-orang Ubaidullah bin Ziyad membunuh Al Husein dan memenggal kepalanya para ahlul bait dan orang-orang yang mengikuti Al Husein , mereka meletakkan Al Husein di dalam suatu bejana , dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam bukhari di nomor 3748, sangat jelas kali bahwa pembunuh Al Husein di karabala adalah pasukan Ubadiullah bin Ziyad , padahal Ubaidullah bin Ziyad adalah pendukung Ali pada perang Shiffin , dan membela ali pada saat itu , tetapi dengan tanganya itulah Al Husein gugur sebagai seorang syekh,meskipun Yazid bin Umaiyyah tidak bersalah di dalam ini, tapi para ulama sejarah menyalahkan yazid dalam satu hal yaitu , beliau tidak menangkap Ubadiullah dan mengkhisos Ubadiullah , padahal dia sudah jelas menyalahi perintah Yazid dan membunuh Al Husein beserta Alul bait bersamanya dengan sangat keji dan melampaui batas, karena itulah banyak orang-orang menuduh hal-hal negatif kepada Yazid bin UmaiyahKira-kira itulah sejarah singkat yang penulis bisa sampaikan semoga dari sini bagi para pembaca bisa mengambil pelajaran bahwa dalam menyikapi dalam suatu hal kita harus mengambil jalur tengah yaitu tidak berlebihan dan juga tidak meremehkan, dan kita juga mengambil jalur yang paling shahih karena itu yang paling aman dari pada bakalan timbul sebuah fitnah di massa yang akan datang. Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
nasib pembunuh husain bin ali